Sekali lagi tentang kesetiaan
Di sebuah stasiun kereta , seorang lelaki setengah baya membelai seekor anjing berbulu putih. Tampaknya lelaki itu sangat menyayangi anjing itu. Kemudian, dia bergegas naik ke sebuah gerbong kereta yang akan berangkat. Anjing itu menyalak dan menggerak- gerakkan ekornya, seakan memberikan ucapan selamat jalan pada sang majikan. Kereta segera melaju dan anjing itu pun berlalu.
Ketika sore menjelang, sang anjing telah berada di depan stasiun. Tepat di tempat ia berpisah dengan majikan pagi tadi. Matanya yang tajam mengawasi setiap penumpang yang keluar masuk gerbong kereta. Sesaat kemudian sang anjing menyalak “kegirangan” ketika melihat seorang lelaki turun dari kereta dan menghampirinya. Seperti saat berangkat, lelaki itu membelai leher anjingnya dan membawanya pergi. Begitulah peristiwa itu terjadi, setiap pagi anjing itu pergi ke stasiun mengantarkan sang majikan dan kembali lagi pada sore hari untuk menjemput majikannya.
Suatu hari, terjadi sebuah bencana, kereta api yang ditumpangi lelaki itu mengalami kecelakaan, dia pun tewas, setelah tubuhnya terhimpit bongkahan gerbong yang rusak berat.
Menjelang sore hari, sang anjing telah menunggu di halaman stasiun kereta. Matanya terus memperhatikan orang- orang yang lalulalang keluar masuk kereta. Sudah lama ia berada di tempat tersebut, tapi majikan yang dinantinya tidak kunjung datang. Malam pun datang menjelang, udara dingin mulai merasuki tulang. Orang- orang yang ada di tempat itu satu-persatu mulai menghilang. Kesunyian pun segera menghampiri, Anjing itu tetap tak beranjak dari tempatnya.
Keesokan harinya, salju mulai turun menyelimuti seluruh kota tak terkecuali kawasan sekitar stasiun kereta. Walaupun salju terus turun dan udara dingin semakin menjadi, anjing itu tak bergeming dari tempatnya semula. Rasa lapar, udara dingin, dan kepenatan, tidak ia gubris. Hanya satu yang ia inginkan, berjumpa dengan sang majikan.
Pagi harinya, orang- orang berkerumun di halaman stasiun kereta. Dari wajah mereka tergambar rasa haru, di hadapannya terbujur seekor anjing yang membeku. Ia mati demi kesetiaan.
Mengapa anjing itu rela mati kedinginan. Sebab ia memiliki kesetiaan dan pengabdian. Keduanya muncul dari rasa syukur atas segala kebaikan yang telah ia terima dari majikannya. Kita bisa berkaca. Pernahkah kita nikmat dan kasih sayang Alloh yang kita terima, pernahkah terbetik dalam sanubari kita untuk mensyukurinya, atau relakah kita mati untuk menggapai cinta Alloh SWT yang abadi??
tanyalah pada hati nurani kita dan jawablah dengan kejujuran yang paling dalam.
Ketika sore menjelang, sang anjing telah berada di depan stasiun. Tepat di tempat ia berpisah dengan majikan pagi tadi. Matanya yang tajam mengawasi setiap penumpang yang keluar masuk gerbong kereta. Sesaat kemudian sang anjing menyalak “kegirangan” ketika melihat seorang lelaki turun dari kereta dan menghampirinya. Seperti saat berangkat, lelaki itu membelai leher anjingnya dan membawanya pergi. Begitulah peristiwa itu terjadi, setiap pagi anjing itu pergi ke stasiun mengantarkan sang majikan dan kembali lagi pada sore hari untuk menjemput majikannya.
Suatu hari, terjadi sebuah bencana, kereta api yang ditumpangi lelaki itu mengalami kecelakaan, dia pun tewas, setelah tubuhnya terhimpit bongkahan gerbong yang rusak berat.
Menjelang sore hari, sang anjing telah menunggu di halaman stasiun kereta. Matanya terus memperhatikan orang- orang yang lalulalang keluar masuk kereta. Sudah lama ia berada di tempat tersebut, tapi majikan yang dinantinya tidak kunjung datang. Malam pun datang menjelang, udara dingin mulai merasuki tulang. Orang- orang yang ada di tempat itu satu-persatu mulai menghilang. Kesunyian pun segera menghampiri, Anjing itu tetap tak beranjak dari tempatnya.
Keesokan harinya, salju mulai turun menyelimuti seluruh kota tak terkecuali kawasan sekitar stasiun kereta. Walaupun salju terus turun dan udara dingin semakin menjadi, anjing itu tak bergeming dari tempatnya semula. Rasa lapar, udara dingin, dan kepenatan, tidak ia gubris. Hanya satu yang ia inginkan, berjumpa dengan sang majikan.
Pagi harinya, orang- orang berkerumun di halaman stasiun kereta. Dari wajah mereka tergambar rasa haru, di hadapannya terbujur seekor anjing yang membeku. Ia mati demi kesetiaan.
Mengapa anjing itu rela mati kedinginan. Sebab ia memiliki kesetiaan dan pengabdian. Keduanya muncul dari rasa syukur atas segala kebaikan yang telah ia terima dari majikannya. Kita bisa berkaca. Pernahkah kita nikmat dan kasih sayang Alloh yang kita terima, pernahkah terbetik dalam sanubari kita untuk mensyukurinya, atau relakah kita mati untuk menggapai cinta Alloh SWT yang abadi??
tanyalah pada hati nurani kita dan jawablah dengan kejujuran yang paling dalam.
Komentar
Posting Komentar