Hidup itu kadang sesederhana bermain ayunan yang kedua talinya diikat pada dahan sebuah pohon. Kadang membawa kita melambung tinggi keatas, kadang kembali merendah kebawah. Kadang berayun dengan kencang, kadang pelan-pelan. Dan begitu seterusnya selama masih ada tenaga yang mendorong tubuh untuk tetap berayun-ayun.
Begitupun hidup. Sedih dan senang dapat kita rasakan bergantian, dengan porsi yang telah ditakar seadil-adilnya oleh Tuhan. Tidak ada orang yang seumur hidupnya bahagia terus, dan belum ada juga orang yang sejak lahir sampai matinya nelangsa terus. Pasti ada jeda. Setelah sedih yang panjang, pasti ada bahagia setelahnya. Pun demikian sebaliknya. Yah, ibarat spasi disela kata, kita kadang butuh kesedihan disela bahagia kita, karena dengan begitu hidup jadi lebih mudah kita baca.
Dalam hal ini, Tuhan lah satu-satunya yang memiliki andil dalam mengatur porsi masing-masing bahagia dan kesedihan itu sendiri. Kapan saatnya kita terpuruk, kapan saatnya kita berjaya, semua itu telah tercatat rapi dalam kitab rahasia-Nya. Dan kita tak memiliki secuil pun jatah untuk berhak tau segala yang akan terjadi pada diri kita dimasa yang akan datang.
Yang IA inginkan hanya melihat kita terus dan terus berayun, menikmati setiap pergerakan ayunan degan hati yang ringan, dan menjaga tubuh agar tetap seimbang dan tak terhempas dari ayunan yang kita naiki. Caranya? Dengan berpegang kuat pada dua tali disisi kiri-kanan kita: yaitu dengan berpegang erat dikedua tangan-Nya, dan percaya hanya pada-Nya bahwa IA satu-satunya yang takkan membuat kita terjatuh dari ayunan, kecuali jika kita lengah, merasa terlalu kuat untuk tak berpegang pada-Nya.
Jika dipikir-pikir kembali, sepertinya Tuhan memang sengaja menciptakan kita untuk bermain-main dikehidupan ini. Menikmati masa belajar tentang kehidupan itu sendiri. IA seperti orangtua yang diam diatas sana, mengawasi, menilai, dan memutuskan siapa yang berhak mendapat hadiah dan siapa pula yang berhak menerima hukuman jika kita bersalah. IA akan duduk diam diatas sana, menyaksikan waktu mendewasakan kita dengan sendirinya. Dan bila saatnya senja tiba, dan waktu kian menua, IA akan memanggil kita untuk pulang kembali kepangkuan-Nya, menikmati cerita tentang surga dan neraka. Dan bila beruntung kita diizinkan untuk menempati sebuah ruang dari satu diantara keduanya, untuk sementara ataupun kekal selamanya didalam sana,
Entahlah.
Begitupun hidup. Sedih dan senang dapat kita rasakan bergantian, dengan porsi yang telah ditakar seadil-adilnya oleh Tuhan. Tidak ada orang yang seumur hidupnya bahagia terus, dan belum ada juga orang yang sejak lahir sampai matinya nelangsa terus. Pasti ada jeda. Setelah sedih yang panjang, pasti ada bahagia setelahnya. Pun demikian sebaliknya. Yah, ibarat spasi disela kata, kita kadang butuh kesedihan disela bahagia kita, karena dengan begitu hidup jadi lebih mudah kita baca.
Dalam hal ini, Tuhan lah satu-satunya yang memiliki andil dalam mengatur porsi masing-masing bahagia dan kesedihan itu sendiri. Kapan saatnya kita terpuruk, kapan saatnya kita berjaya, semua itu telah tercatat rapi dalam kitab rahasia-Nya. Dan kita tak memiliki secuil pun jatah untuk berhak tau segala yang akan terjadi pada diri kita dimasa yang akan datang.
Yang IA inginkan hanya melihat kita terus dan terus berayun, menikmati setiap pergerakan ayunan degan hati yang ringan, dan menjaga tubuh agar tetap seimbang dan tak terhempas dari ayunan yang kita naiki. Caranya? Dengan berpegang kuat pada dua tali disisi kiri-kanan kita: yaitu dengan berpegang erat dikedua tangan-Nya, dan percaya hanya pada-Nya bahwa IA satu-satunya yang takkan membuat kita terjatuh dari ayunan, kecuali jika kita lengah, merasa terlalu kuat untuk tak berpegang pada-Nya.
Jika dipikir-pikir kembali, sepertinya Tuhan memang sengaja menciptakan kita untuk bermain-main dikehidupan ini. Menikmati masa belajar tentang kehidupan itu sendiri. IA seperti orangtua yang diam diatas sana, mengawasi, menilai, dan memutuskan siapa yang berhak mendapat hadiah dan siapa pula yang berhak menerima hukuman jika kita bersalah. IA akan duduk diam diatas sana, menyaksikan waktu mendewasakan kita dengan sendirinya. Dan bila saatnya senja tiba, dan waktu kian menua, IA akan memanggil kita untuk pulang kembali kepangkuan-Nya, menikmati cerita tentang surga dan neraka. Dan bila beruntung kita diizinkan untuk menempati sebuah ruang dari satu diantara keduanya, untuk sementara ataupun kekal selamanya didalam sana,
Entahlah.
Komentar
Posting Komentar