dongeng lagi
Kisah
dimulai dengan Winnie yang tinggal di rumah serba hitam. Dari mulai dinding
sampai seprai... semuanya hitam. Winnie hanya ditemani seekor kucing bernama
Wilbur—yang juga hitam. Satu-satunya yang bisa membedakan Wilbur dari ruangan
dan seluruh isinya adalah matanya yang hijau. Begitu Wilbur tidur dan kelopak
matanya menutup, maka ia hilang menyatu dengan rumah. Berkali-kali Winnie
menduduki Wilbur secara tak sengaja. Dan itulah awal dari segala permasalahan
antara Winnie dan Wilbur.
Setelah terjungkal
dari tangga karena menyandung Wilbur yang sedang terlelap, Winnie lalu
memutuskan untuk menggunakan sihirnya, dan… ABRAKADABRA! Wilbur berubah menjadi
kucing hijau. Sekarang, di mana pun Wilbur berada, ia selalu terlihat. Termasuk
saat Wilbur mencuri-curi tidur di tempat peraduan Sang Penyihir. Karena tidak
mengizinkan Wilbur tidur di kasur, akhirnya Winnie meletakkan Wilbur di
pekarangan rumput.
Masalah baru
timbul. Wilbur, yang sekarang berwarna hijau, kembali tak terlihat di
tengah-tengah rumput. Bahkan saat ia membuka mata sekalipun, berhubung matanya
juga hijau. Winnie, bangun dari tidurnya, lantas mencari Wilbur di pekarangan.
Lagi-lagi, penyihir itu tersandung kucingnya sendiri, jumpalitan tiga kali di
angkasa, dan tersuruk di tanah.
Kali ini,
Winnie benar-benar kesal. Disambarnyalah tongkat sihir, dan… ABRAKADABRA!
Wilbur berubah menjadi… warna-warni! Kepalanya merah, kupingnya kuning,
kumisnya biru, badannya hijau, empat kakinya berwarna ungu, dan ekornya...
pink! Winnie sangat puas. Sekarang, di mana pun Wilbur berada, baik di rumah
maupun di pekarangan, ia pasti akan terlihat.
Namun,
Wilbur tidak mau kembali ke rumah. Ia sangat malu dengan warna tubuhnya yang
tidak karuan. Ia bahkan ditertawakan oleh binatang-binatang lain. Wilbur kabur
ke puncak pohon tertinggi dan tidak mau turun-turun. Pagi sampai malam, Wilbur
bertahan tidak pulang.
Melihat
Wilbur yang menderita, Winnie pun merasa sedih. Wilbur adalah segalanya bagi
Winnie. Tapi ia malah membuat Wilbur sengsara karena kehendaknya sendiri.
Winnie akhirnya beringsut ke pohon tempat Wilbur bergantung, dan dengan tongkat
sihirnya ia mengubah Wilbur kembali hitam. Perlahan, kucing itu kembali turun
ke tanah. Bersama Wilbur yang kembali di sisinya, Winnie menghadap rumahnya
yang serba hitam, mengayun tongkat sihirnya di udara, dan… ABRAKADABRA! Rumah
hitamnya berubah kuning dengan atap merah menyala, sofanya berubah putih,
karpetnya menjadi hijau, tempat tidurnya biru, selimutnya pink, dan kamar
mandinya putih berkilau. Dengan perubahan baru ini, Wilbur dapat terlihat
dengan mudah… tanpa perlu berubah.
Buku 32
halaman itu selesai didongengkan dalam sepuluh menit. Namun kesan yang
tertinggal tak terukur oleh waktu. Winnie mengingatkan saya pada kita semua.
Kita, yang seringkali bersikukuh untuk mengubah seseorang, memermaknya agar
sempurna di mata kita, memaksanya agar muat dan tepat dalam ruang hidup kita,
memangkas atau menambalnya agar bisa pas dengan kebutuhan kita, tanpa peduli
bahwa apa yang kita perbuat sesungguhnya adalah siksaan bagi yang bersangkutan.
Dalam penjara logika dan mental kita masing-masing, kita berpikir bahwa
mengubah seseorang adalah solusi yang realistis dan humanis. Atas nama cinta
dan apa pun, kita bahkan merasa bahwa kita sedang berbuat kebaikan.
Namun Winnie
Sang Penyihir mengingatkan kita bahwa ada satu hal penting yang sering terlupa:
diri kita sendiri. Perubahan tak pernah terjadi oleh hal lain di luar kita,
meski faktor eksternal bisa jadi pemicunya. Yang mampu menggerakkan perubahan
sejati hanyalah kita sendiri. Seperti halnya Winnie yang luput membenahi
rumahnya dan malah sibuk mengutak-atik Wilbur tanpa sadar kalau aneka sihirnya
malah membuat Wilbur terdera karena menjadi sesuatu yang bukan dirinya, kita
pun acap kali terlena dalam ekspektasi serta upaya untuk mengubah orang lain,
dan malah lupa dengan pembenahan yang paling penting dan realistis yakni,
sekali lagi, diri kita sendiri. Dan ini adalah masalah yang amat sering kita
alami. Dari waktu ke waktu.
Impian saya
tertinggi adalah menulis buku anak-anak. Dan saya bahagia berhasil menemukan
contoh yang luar biasa dari serial “Winnie The Witch”. Pesan yang begitu dalam
dan bijaksana berhasil dikemas dengan indah dalam dongeng beralur sederhana dan
gambar jenaka. Bukan cuma anak umur 4 tahun seperti Keenan yang belajar
sesuatu. Kita yang dewasa pun dapat sejenak berkhayal menjadi Winnie,
mengarahkan tongkat sihir ke diri kita, dan marilah kita utak-atik segala
sesuatu yang perlu dibenahi, sebelum ada Wilbur lain yang terpaksa berubah jadi
pelangi.
Komentar
Posting Komentar