dongeng penyihir
Siapa
bilang penyihir wanita seperti nenek sihir yang berwajah tua, berambut
putih, berdagu bengkok, dan mereka hanya berjubah hitam? Penyihir ibu
dan anak yang tinggal jauh di hutan belantara yang gelap ini sama sekali
tidak jelek. Mereka sangat cantik. Tapi ada kesamaan mereka dengan sang
nenek penyihir yang seram itu, mereka sama-sama jahat.
Mereka
juga adalah penyihir yang hebat meramu dan menyihir tentu saja. Konon,
sang ibu penyihir yang bernama Bellarosa, dahulunya adalah penyihir yang
baik hati. Namun, ketika menikah dengan seorang manusia biasa, pria itu
malah jatuh cinta dengan wanita lain yang lebih cantik dan lebih muda.
Bellarosa yang marah membunuh suaminya dan wanita itu. Sejak saat itu,
ia bersumpah menjadi wanita jahat yang membenci pria dan bersumpah akan
tetap awet muda. Ia membesarkan anak gadisnya, dengan amarah dan dendam
terhadap manusia. Alhasil, gadis cantik yang bernama Yanina itu juga
penyihir yang tak kalah jahat dengan sang ibu.
Suatu
hari, seorang pria datang ke rumah mereka. Dari atributnya serta
membawa sejumlah pasukan, mereka tahu, pria itu orang kerajaan. Dan
ternyata betul,pria itu pangeran tertua negara itu.
“Silakan duduk, Pangeran Minos,” Yanina mempersilakan dengan sopan.
Pangeran
Minos bukan orang yang baik. Ia terkenal karena kejahatannya. Emosinya
yang gampang tersulut juga membuat ia terkenal sebagai pembuat onar. Ia
benar-benar bukanlah tipe pangeran bersahaja yang diinginkan rakyat.
“Pasti
berhubungan dengan pengumuman tentang putra mahkota beberapa waktu
lalu,” kata sang ibu, Bellarosa, tanpa basa basi. Beberapa waktu lalu,
penerus tahta kerajaan telah diumumkan. Dan yang mengejutkan namun
melegakan, sang putra sulung, Pangeran Minos, tak diangkat menjadi raja.
Putra bungsu, Pangeran Franco, terpilih menjadi penerus Raja berikutnya
bila sang Raja mangkat.
Wajah
Pangeran Minos berubah marah saat Bellarosa menyebut nama adiknya yang
kini memegang tahta yang ia tunggu seumur hidupnya. “Kamu sudah tahu,
apa maksudku datang kemari, kalau begitu.”
Bellarosa
diam sejenak. Ia memilih menggunakan kalimatnya dengan hati-hati.
“Dengan cara bagaimana? Cepat? Pelan? Racun? Sihir?”
Pangeran
Minos tertawa terbahak-bahak. “Kamu sungguh pintar, Bellarosa. Aku
ingin cara yang pelan, dan tidak berbekas… aku akan berikan apapun,
sebagai imbalannya. Tapi, aku tahu, kamu pasti perlu uang yang sangat
banyak, untuk membeli berbagai ramuan aneh untuk…” Pangeran Minos
bangkit sejenak sambil menyentuh wajah Bellarosa yang tanpa
ekspresi,”menghilangkan kerut-kerut di wajah ini.”
Setelah
berkata begitu, Pangeran Minos tersenyum sinis dan kemudian ia
melangkah keluar rumah tanpa berkata apapun lagi. Perjanjian sudah
dibuat.
*
Dan
disinilah Yanina, keluar dari rumahnya yang nyaman dihutan dan harus
mengemban misi meracuni sang pangeran. Ia kebingungan. Tidak tahu cara
terbaik meracuni Franco. Membunuh bukan hal baru baginya, namun, tidak
pernah serumit ini tugas yang diembankan padanya. “Racun ini harus
dicampurkan pada makanan atau minumannya sedikit demi sedikit. Kau
dengar kan kata Minos, ia tidak ingin adiknya mati dengan cepat. Ia
ingin sang adik mati dengan pelan, seperti sakit parah dan tidak
mencurigakan,” kata sang ibu menasehati.
“Tapi, kenapa bukan ibu saja? Aku juga tidak tahu cara mendekati pangeran itu.”
“Pakai
otakmu!” seru Bellarosa membentak Yanina. “Mana mungkin aku yang
berkeliaran di kota. Seisi kota ini tahu aku penyihir. Sementara kamu
tidak pernah mondar-mandir di pusat kota. Kamu muda dan cantik, dan
tidak banyak yang mengenalmu! Aku akan repot jika harus meramu minuman
penyamaran setiap aku akan berubah menjadi wanita penyihir, sementara
kau tidak perlu menyamar. Aku tidak mau tahu caranya, namun kau harus
bisa membuat pangeran menenggak racun ini, sedikit demi sedikit tiap
harinya!”
“Bagaimana kalau aku gagal?” tanya Yanina ketakutan. Ia mulai panik saat tahu tugas ini menjadi semakin rumit.
“Maka kita berdua akan diikat di tiang kayu dan dibakar hidup-hidup.”
*
Hari
itu akan dilaksanakan pembagian makanan gratis dari kerajaan bagi
rakyat miskin. Pangeran Franco melaksanakan kegiatan amal ini sebulan
sekali. Dan kini Yanina mendapat kesempatan untuk bertemu Franco secara
langsung. Dengan susah payah Yanina mengotori tubuhnya dan memakai
pakaian terburuk yang bisa ia kenakan, lalu ia menyelinap masuk ke dalam
aula dan menjadi salah satu masyarakat miskin yang memerlukan makanan.
Pangeran
Franco akhirnya muncul juga. Dengan penasaran Yanina berjinjit untuk
melihat bagaimana rupa seorang Pangeran Franco. Ia terkesiap ketika
pertama kali melihatnya. Pangeran itu tak tampak seperti putra mahkota.
Ia tidak sok elegan seperti Minos, kakaknya. Rambutnya panjang terurai,
dengan kulit cokelat terbakar matahari. Matanya memancarkan sinar jenaka
dan senyumnya manis sekali. Ia tampan dalam busana sederhana dan ia
menunjukkan wajah gembira dan tulus ketika warganya tersenyum atas
bantuan yang diberikannya. Sebagai gadis yang dibesarkan dalam kejahatan
dan membenci pria, Yanina baru ini melihat seorang pria ternyata bisa
begitu baik. Yanina hampir tidak berkutik saat tiba gilirannya
mendapatkan paket makanan itu. Gadis itu gugup dan terpesona, ia hampir
tidak bisa mengucapkan ‘terimakasih’ saat pangeran itu bersalaman
dengannya. Yanina panas dingin dan jantungnya berdebar-debar. Yanina
mengeluh dan mengumpat dalam hatinya. Ia jatuh cinta pada pangeran yang
harusnya ia bunuh.
Yanina
bergegas pergi pinggiran kota yang sepi. Yanina menangis pilu. Ia sudah
menyihir pangeran itu agar jatuh cinta padanya begitu bersalaman tadi.
Dan ia menyesal melakukannya. Yanina tidak ingin membunuh pangeran itu.
Yanina ingin melihatnya lagi, namun hidup, bernapas, memimpin kerajaan
dengan gagah. Ia baru ini merasakan cinta pertama. Dan ia harus
mengakhirinya, ditangannya sendiri.
Sementara
itu, Pangeran Franco semalaman gelisah di ranjangnya. Wanita yang ada
dalam barisan rakyat miskin itu tidak pernah ia lihat sebelumnya. Wanita
itu cantik luar biasa, dan Franco tak bisa melupakan gadis yang gugup
itu. Apakah ia jatuh cinta? Yang jelas, besok ia akan mencari gadis itu.
Franco sangat penasaran.
*
Beberapa minggu kemudian…
Yanina
dan Franco akhirnya menikah. Mereka berdua memang pasangan yang dimabuk
cinta. Yanina sangat mencintai Franco dengan setulus hatinya, dan ia
benar-benar menikmati kemesraan hubungannya dengan Franco. Yanina tahu,
cinta Franco padanya bukanlah cinta yang murni, karena Franco
mencintainya karena sihir semata. Namun Yanina tidak peduli. Ia cinta
pada suaminya. Dan ia bahagia bisa memiliki Franco seutuhnya.
Beberapa
hari setelah mereka menikah, Yanina mendengar suara-suara. Ia merasa
mendengar suara ibunya. Bellarosa memanggilnya dalam benaknya! Yanina
panik. Ia sejujurnya ingin melupakan misinya meracuni suaminya sendiri.
Namun ia tak punya pilihan.
“Yanina!
Bicara! Aku tahu kamu bangun! Aku perlu penjelasanmu!” Suara Bellarosa
yang galak dalam benak Yanina menggema dengan keras. “Kamu tahu kenapa
aku memanggilmu. Kamu lupa misimu?! Kenapa kamu malah mengawini pria
yang harusnya kamu bunuh?”
“Aku
tidak lupa, Ibu. Justru dengan menjadi istrinya, aku bisa membunuhnya
dengan racun ini, dan takkan ada yang curiga jika aku membuat makanan
dan minuman untuknya. Aku menunggu waktu yang tepat.”
Bellarosa
diam. Memang, menikahi pangeran itu akan mempermudah Yanina
membunuhnya. Namun penundaan ini menggelisahkannya.“Tapi ini terlalu
lama! Franco harusnya sudah sekarat sekarang! Minos terus menerus
menagih janjiku! Ia juga marah padaku waktu tahu kau, anakku, malah jadi
istrinya! Franco harus lebih dulu mati daripada Raja. Jika Raja
meninggal duluan, tahta akan berpindah pada Franco!”
Yanina
mengangguk. “Aku berjanji akan segera membunuhnya.” Yanina menguatkan
benaknya. Jangan sampai Bellarosa tahu bahwa hatinya hancur saat
mengatakan kalimat itu. Melihat suaminya mati di tangan sendiri akan
jadi neraka dalam hidupnya.
“Dalam
waktu sebulan kedepan, Franco harus mati sekarat. Jika ia belum mati,
aku yang akan langsung mencabut nyawa pangeran itu tanpa ampun!” Ibunya
langsung pergi dari benak Bellarosa setelah mengatakan hal itu. Yanina
menangis semalaman. Ia memandangi wajah Franco yang tidur tenang. Tak
ada pilihan, ia harus menjalankan misinya. Atau Franco akan dibunuh.
*
Dan
benar saja, sebulan kedepan, kesehatan Franco memburuk. Ia terbaring
lemah tak berdaya, dan sinar kehidupan yang ada di dirinya perlahan
meredup. Berbagai pengobatan telah mereka coba, namun gagal. Yanina
hanya bisa menangis melihat penderitaan suaminya. Ia sebenarnya bisa
meringankan penderitaannya, namun ia tidak mau Franco mati dibunuh
Bellarosa.
Esoknya,
Minos menjenguk Franco yang sekarat. Yanina ada di sisi Franco, matanya
bengkak, campuran antara kurang tidur karena menjaga suaminya dan
menangis semalaman.
“Kamu
kelihatan kacau, Yanina.” Minos mengejek Yanina. Yanina kembali
meneteskan air mata, namun kali ini air mata marah. “Kamu yang meminta
ini semua.”
“Hohoho,
kamu marah, Yanina?” tanya Minos heran. “Aku sedang tidak ingin marah
padamu, karena aku ingin berbagi kabar gembira. Aku sekarang mendapat
apa yang kuinginkan. Aku hanya ingin bilang pada adikku tercinta bahwa
ayahku sudah mencabut tahta darinya. Tahta itu milikku!” Kemudian ia
menunjukkan tawanya yang luar biasa jahat itu.
Yanina
berusaha menahan emosinya yang sudah meledak-ledak.“Kalau begitu,
berarti Franco tidak perlu mati, kan? Kamu sudah mendapat tahta itu!”
Minos
mendengus. “Tidak semudah itu, Yanina. Jika ia sehat kembali, tahta itu
pasti kembali padanya dan aku tidak ingin itu terjadi. Adikku itu harus
tetap mati. Bunuh dia, Yanina! Aku tahu, cukup setetes racun lagi dan
Franco mati! Cepat, berikan dia ramuan itu!”
Yanina terduduk lemas. Pertahanannya runtuh. “Aku tidak bisa, Minos…. Aku tidak sanggup lagi…” Air matanya mengucur deras.
Minos
meradang.“Sudah kuduga, kamu benar-benar cinta pada Franco. Bellarosa!
Apa yang harus kulakukan pada anakmu yang pengkhianat ini?!”
Bellarosa yang selama ini bersembunyi muncul tiba-tiba dari sudut kamar. Mereka berdua ternyata curiga pada Yanina.
“Kamu tidak boleh cinta padanya, Yanina! Kamu ingat, waktu ibu dulu jatuh cinta pada ayahmu, hah?!”
“Tapi
aku tidak bisa menolak, Bu! Aku tidak memilih Franco sebagai orang yang
kucinta! Cinta itu yang datang padaku! Apa ibu dulu bisa memilih untuk
tidak jatuh cinta pada ayah? Tidak bisa, kan? Ibu membunuh ayah dan
ingin awet muda justru membuktikan padaku bahwa ibu sangat mencintai
ayah!”
“Hah! Ibu menyesali pertemuan dengan ayahmu! Ibu tidak mau kamu menyesal!” Bellarosa memekik.
“Apakah
ibu menyesali aku? Aku mungkin lahir dari kesalahan ibu. Tapi apa ibu
menyesal melahirkanku?” Pertanyaan itu membuat Bellarosa terdiam. Ia
tentu sangat mencintai anaknya, Yanina. Dan Yanina adalah kesalahan yang
indah.
“Ibu,
aku cinta Franco. Walaupun Franco mencintaiku karena sihirku, namun
hidupku menjadi indah karenanya. Aku rela melakukan apa saja, untuknya.”
Dan
tiba-tiba, Yanina mengambil botol racun untuk Franco dan ia pun
langsung meminumnya. Meminum racun sebanyak itu, membuat Yanina langsung
meninggal dunia.
“Yanina!!!”
Bellarosa langsung berlari menghampiri anaknya. Sementara itu, Minos
kebingungan. “Aku tidak mengerti, ini kan, racun yang seharusnya dibuat
untuk Franco, kenapa racun ini masih bersisa?”
Bellarosa
mematung. Ia tidak bisa melakukan sihir apapun untuk memanggil
seseorang dari kematian. Racun itu adalah racun terkuat yang pernah ia
buat, dan kini diminum putrinya sendiri. “Berarti Yanina tidak pernah
membuat ramuan racun ini. Ia hanya menggunakan sihir untuk melumpuhkan
Franco.”
Minos
bergidik. Ia memandang ke arah ranjang tempat Franco berbaring. Ada
kemungkinan, Yanina hanya membuatnya lumpuh, namun Franco sadar dengan
apa yang terjadi di sekitar. Franco bisa saja mendengar semuanya. Efek
dari penggunaan sihir adalah, hilangnya seluruh mantra sihir jika sang
penyihir meninggal.
Dan
Bellarosa benar, kematian istrinya membuat Franco terbangun. Franco ada
disana, sedang memandang kearahnya dan Minos dengan marah. Franco pun
langsung mengurung Bellarosa dan Minos dalam penjara.
*
Raja
Franco memandangi makam sang istri, Yanina. Ia meletakkan seikat bunga
di gundukan tanah itu. “Aku mencintaimu, Yanina,” bisik Franco. Ia
sangat merindukan Yanina yang mencintainya begitu dalam hingga rela
mengakhiri hidupnya sendiri. Selama ini, Yanina beranggapan, Franco
mencintainya karena pengaruh sihir. Padahal tidak. Franco juga jatuh
cinta pada Yanina. Jika memang karena sihir, seharusnya Franco
kehilangan rasa cintanya saat Yanina mati. Sayang sekali, Yanina tidak
pernah tahu hal itu. Yang Yanina tahu, ia membawa cinta abadinya pada
Franco hingga akhir hayatnya.
#efek baca buku dongeng
Maaf, kalau boleh tahu cerita ini baca dari buku berjudul apa ?
BalasHapusTerima kasih