Berdongeng Horor

Manusia semakin dinamis, gesekan perubahan menuju pergerakan yg seharusnya berlaju kedepan namun malah bermanuver kebelakang, samar-samar terlihat primitif. Aku melihat anak-anak remaja yg moralnya terkikis, abrasi kesopanan, degradasi intelektual akan etika.

label dan titelnya boleh berentet-rentet bagai bunga sang rentenir namun mentalitas kesadaran bagai waktu terjaga bayi yang baru lahir, banyak tidurnya.

Aku melihat orang semakin berani. Berani kalau menunjukan dirinya salah. Saakan-akan hal yg buruk yang menyebrang norma-norma itu lumrah. Lumrah kalau dirinya absolut benar. hati nurani yg mengetuk pelan tentu saja kalah saing dengan gebrakan meja dan tendangan pintu keangkuhan.

Aku berdiri diantara orang-orang dipenyeberangan yang lampunya lagi menyala merah namun orang tetap berjalan santai, mereka bercakap seperti biasa. Kemudian orang-orang yg berkendara tersulut menjadi tak sabaran dan seenaknya membunyikan klakson. "hei apa kau buta" "dasar tak punya mata" dengan nada tinggi 7 oktaf lahh.

Tak mau kalah orang yang menyebrang merasa karena dirinya lebih kecil justru harus mendapat pengertian yg lebih besar. Tuntutan yg bertolak bekang.

Akhirnya mereka saling mengeluarkan senjata untuk unjuk pamer siapa yg paling kuat. Kebenaran sudan pensiun menjadi tolak ukur. Di mindset orang-orang yg sibuk dipersimpangan kalau kamu kuat berarti kamu menang. Jangan tanya prosesnya, mereka hanya butuh hasil. Pokoknya harus hasil "aku yg menang, maka aku selalu benar dan kamu donk yang salah" Akhirnya orang yg mulai melemah mengaduh-aduh paling keras seakan-akan dia merasa yg paling kesakitan (padahal sudah saling menyakiti).

Semua orang berharap keinginannya terwujud begitu saja. Mereka lupa ditangannya tidak punya lampu gosok Aladin yg kalau mereka lagi kepingin trus tinggal usap aja.

Hidup ini tak lebih dongen yang mulai bergenre horor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kisah hidup kakashi hatake

Puisi Joko Pinurbo

PENGGUNAAN KATA YANG SALAH KAPRAH DALAM BAHASA INDONESIA