Nyesek yang grusa-grusu


Rabu kemaren saya habis di srempet motor padahal saya udah jalan minggir lhooo, waktu di srempet saya cuman bilang “aduh,,, sakit” pelan, mungkin hanya orang disamping saya yang bisa dengar, justru sahabat saya Dina yang teriak keras pada pelaku “heeyyy.... mbaakkkkkk!!!!!” penuh penegasan untuk berhenti. Dina berjalan cepat mengejar, justru saya diam saja. “kalau jalan lihat-lihat donk mbak!!!!” begitu teriaknya, trus mbak-mbaknya minta maaf, dan minta maafnya pada Dina, hellooowwwww..... gua yang korbannya mbak, di belakang, yang cuman jalan pelan. Hahaha resiko orang kalem. #hoeeekkkKemudian pas di kos Dea tangan saya di tindih mbak Ganyuk di pinggiran tempat tidur. Intinya sakit lah dan sampai saat ini memarnya makin menjadi-jadi. Estu.Kamis pagi saya mendadak demam tinggi sampe 39 C, yang tambah bikin nyesek itu “ngerti dewe sih rasane loro tapi adoh songko wong tuo”. Bener sih dari kelas 1 MI saya sudah jauh dari orang tua, bahkan sebelum gigi susu saya tumbuh rata, saya sudah hidup di pondok. Kalau sakit ya tinggal sms kemudian di jemput dan jarak Jombang- Pati itu nggak kayak KFC ke Pom bensin yaa...Pernah suatu waktu pas saya sakit telpon ibu, timingnya sih nggak pas. Soalnya pas telpon tengah malam sih hahaha. Pada lain hari ibu cerita bahwa beliau nangis, was-was penuh perasaan tidak waktu saya tengah malam nangis-nangis telpon. Hahaha saya kok dongo ya, udah tau di Jombang lagi sakit kok malah telpon rumah. Kemudian pas semester 4 kemaren kalau nggak salah, radang usus saya kambuh trus opname temen saya telpon ortu dan ortu cusss seketika ke Jombang. *Yaelaaahh Cen,,, hidup lo kok cuman bisa nyusahin mulu sihhh* JTapi malam ini, sakit yang bertubi-tubi dari kemaren beda. Sejenis tidak ada memar, tidak di srempet apapun atau tidak karena kemalasan saya untuk makan tepat waktu. Dia telah menemukan orang lain.


saya pun tidak bisa selamanya mencegah semua dari ketidakbahagiaan. Karena apa? Seseorang berbahagia karena dirinya sendiri. Kebahagiaan bukan mekanisme eksternal, tapi internal. Ilustrasinya begini, dua orang sama-sama dikasih apel, yang satu bahagia karena memang suka apel, yang lain kecewa karena sukanya durian. Berarti bukan apelnya yang bisa bikin bahagia, tapi reaksi hati seseoranglah yang menentukan. Yang tidak suka apel baru bisa bahagia kalau akhirnya dia bisa menerima bahwa yang diberikan kepadanya adalah apel dan bukan durian—sebagaimana yang dia inginkan. Alias menerima kenyataan. Saya tidak bisa membuat siapa pun berbahagia, sekalipun saya ingin berpikir demikian. Kenyatannya, hanya dirinya sendirilah yang bisa. Saya hanya bisa menolong dan memberikan apa yang orang tersebut butuhkan, SEJAUH yang saya bisa. Namun saya tidak memegang kendali apa pun atas kebahagiaannya.Hahahah saya nggak tahu musti seneng ato susah. Ahhh tau lah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kisah hidup kakashi hatake

Puisi Joko Pinurbo

PENGGUNAAN KATA YANG SALAH KAPRAH DALAM BAHASA INDONESIA