lagi lagi grow a older day


Entah sudah ribuan detik ke berapa aku mematung disini berkawankan lampu pijar 15 watt yang mulai tak  kuat menerangi penglihatanku yang semakin menyempit semu. Berkali-kali aku menunggu ketukan pintu atau sekedar ponsel yang berdering. Rutinitasku kembali, menunggu, menunggu seseorang pulang ke rumahnya, atau ke rumahku untuk hanya sekedar mengabari ia akan menginap di rumah temannya karena hari yang terlampau larut.

Rutinitas ini, sempat membuatku bosan harus menunggu terus menerus. Rutinitas ini sering membuatku menangis manakala kedua hal yang kuharapkan dibalas dengan seuntai kalimat “maaf aku bosan, bisakah kita berhenti saling mengabari selama 2 minggu?”. Aku menangis hebat aku menangis dan seisi dunia tahu aku menangis.

Sampai sekelebat kemudian, seseorang memerhatikanku dari jauh, dimatanya Nampak rasa iba, rasa senasib sepenanggungan. Entah bagaimana awalnya, perlahan dia memberikan telinganya untuk mendengarkan semua tangis, amarah, kesah serta harapanku. Dia tak banyak berkomentar atau turut menjadi tim pemandu sorak yang membela semua pemikiranku, tapi aku tahu telinganya tak pernah bosan mendengarkanku. Aku mulai bersedia memberikan indera pendengarku juga untuk mendengarkan ceritanya, cerita yang tak pernah ku sangka tentangnya. Aku seperti bercerita pada kembaranku atau proyeksiku sendiri di cermin datar, lega dan senang sekali bisa berbagi.

Aku tak tau bagaimana scene selanjutnya, namun saat hubunganku dengan seseorang disana membaik. Kami masih selalu bertukar cerita. Saat aku sadar, ya dia telah menaruh afeksinya di atas kepalaku. Dia mengorbankan dirinya terluka lagi, saat memilih aku sebagai pusat afeksi selanjutnya. Aku diam, tak tahu harus berbuat apa. Diam tak mengerti harus bagaimana. Rasa takut kehilangan proyeksiku sendiri semakin besar. Semuanya berlalu dan dia sudah sangat tahu dengan konsekuensinya. Dia meminta izin untuk tetap merasakan afeksi itu tanpa mengharap aku berbalik. Aku tak bisa menghentikannya, itu hak setiap individu dan aku merupakan individu yang lain.
Aku tahu itu sulit dan terlampau sulit.Dia pasti akan terluka. Dan benar saja, dia terluka, aku juga. Ibarat seseorang yang memiliki afeksi tak terbalas, dan satunya aku, seseorang yang merasa labil terhadap perasaannya, merasa abnormal dengan afeksi yang berbayang. Keduanya diam dalam satu garis lurus tak berusaha mendekat namun gamang tuk menjauh.

Dalam hitungan ke tujuh, sementara aku yang masih mencoba menerka bagaimana akhirnya, dia datang untuk menekan tombol berhenti. Ternyata aku baru sadar bahwa sifat dari bayangan yang dipantulkan cermin datar itu walaupun  besar bayangan dan jarak bayangan sama, namun proyeksinya Maya, tidak nyata.

Ada perasaan lega karena sudah tak ada lagi yang mesti berdetik, tak ada lagi kegamangan, itu pilihannya dengan konsekuensi yang sudah dia pikirkan matang-matang.  Dia memilih untuk mengakhiri afeksinya. Aku yang masih diam di tempat untuk menjaga tali agar aku tetap di tempatku berada. Ternyata Dia tak bergerak menjauh hanya berpindah garis saja. Bisa tetap berjarak sama  namun tak berada pada garis yang sama lagi. Dia sudah pindah garis sekarang, dia siap menjemput kebahagiannya yang baru.

Aku lega sepenuhnya? Tidak. Sekecil apapun bentuk kehilangan pasti akan terasa menyakitkan. Ada rasa sedih karena nanti mungkin ada yang berbeda dan lain dari sebelumnya yang sudah terbiasa. Aku kehilangan dan rasa kehilangan ini pasti akan tergantikan dengan sebuah proses pembelajaran, proses pendewasaan  yang tak ternilai harganya. Tentang menjaga komitmen tentang menjadi pendengar yang baik, tentang saling menyemangati. Semoga hal-hal itu akan tetap melekat di diri kami. Kami akan sama-sama menjemput kebahagian kami di tempat yang tak sama namun sama-sama akan damai.

“Terima kasih atas segala kebaikanmu selama ini, terima kasih telah memperlihatkanku visualisasi dunia yang penuh warna dari sudut pandangmu, terima kasih mau mendegarkan ceritaku sampai larut malam bahkan dini hari, Terima kasih untuk semuanya. Aku bahagia :’) . Pada akhirnya aku kembali menjalani rutinitasku, menunggu dia untuk bersama-sama meneruskan menulis kisah kami di buku yang sudah dibuat selama 19 bulan. Mewarnai lagi buku itu dengan kisah beraneka warna, membuat mimpi untuk diwujudkan satu persatu. Melengkapi lagi puzzle yang masih belum terselesaikan. Saat kami memasang puzzle itu mungkin akan ada bagian yang terbalik atau tertukar dan itu membuat kami akan beradu argument lagi, namun kami tahu akhirnya kami akan bisa membetulkan bagian puzzle yang salah sehingga menjadi rangkaian puzzle yang pas, sambil terus berdoa semoga kami dapat menyelesaikan puzzle ini agar dapat naik ke tingkat selanjutnya.  ”

“Semoga bahagia, semoga bahagia. Aku adalah temanmu dan akan selalu begitu, yang akan mendoakanmu dari sini.. Ingatlah nanti bahwa kita pernah bercanda, berbagi cerita, dan pada akhirnya yang terjadi pada kita adalah belajar bersama-sama untuk menjadi dewasa. Menjadi orang yang lebih bijak dalam menyikapi masalah. Aku selalu siap mendengarkanmu bercerita lagi J  If everything has been written down, so why worry, we say, It’s you and me with a little left of sanity.”

Grow a Day Older -Dee-
See the sunrise
Know it’s time for us to pack up all the past
And find what truly lasts
If everything has been written down, so why worry, we say
It’s you and me with a little left of sanity
If life is ever changing, so I worry, you say
It’s still you and I with silly smile as we wave goodbye
And how will it be? Sometimes we just can’t see
A neighbor, a lover, a joker
Or a friend you can count on forever?
How tragic, how happy, how sorry?
The sun’s still up and life remains a mystery
For all we know we’ve come this far
Not knowing why
So, would it be nice to sit back in silence?
Despite all the wisdom and the fantasies
Having you close to my heart as I say a little grace
I’m thankful for this moment cause
I know that you
Grow a day older and see how this sentimental fool can be
When she tries to write a birthday song
When she thinks so hard to make your day
When she’s getting lost in all her thoughts
When she waits a whole day to say…
“I’m thankful for this moment cause I know that I
Grow a day older and see how this sentimental fool can be
When he ache his arms to hold me tight
When he picks up lines to make me laugh
Whan he’s getting lost in all his calls
When we can’t wait to say : “I love you’.”
If everything has been written down, so why worry, we say
It’s you and me with a little left of sanity..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

kisah hidup kakashi hatake

Puisi Joko Pinurbo

PENGGUNAAN KATA YANG SALAH KAPRAH DALAM BAHASA INDONESIA